Januari dan gerimis. Dimana kau dimana aku. Dari semalam kudengar rintik hujan menghujam membasah bumi. Laksana siraman airmata anak-anak awan yang mencumbu kesepian. Kesepian yang merajam dalam bias-bias kenangan yang masih enggan tanggal. Dan tiap-tiap pagi yang senantiasa sunyi, gerimis selalu merintikkan larik-larik cemas pada paras yang kandas.
Sadarkah?
Harapan yang terlalu kecil kadang serupa dengan hukuman yang cukup kejam!…….
Januari dan gerimis. Dimana kau dimana aku. Entah sudah berapa januari dan gerimis yang aku maknai dalam kesendirian yang kian mencekam. Aku ingin bicara, tapi aku di ruang hampa. Aku ingin bercerita: tentang resah dan gelisah yang tak berawalan dan tak berakhiran, tentang sepi yang kita lukis serupa mentari, tentang tawa yang kita maknai dengan lengkung pelangi, tentang januari, tentang gerimis, tentang kita. Tapi lidah selalu saja tak dipercayai, sementara hati terlalu sia-sia tuk dimengerti.
Mungkin kau merasa terlalu letih terus berperahu bersamaku tanpa pernah singgah disebuah dermaga pun. Mungkin kau sudah bosan dengan laut, dengan sepi dan matahari, dengan tawa dan lengkung pelangi, dengan puisi yang diilhami mimpi-mimpi lalu ditulis oleh jemari sunyi.
Atau mungkin januari dan gerimis terlalu suci tuk kita maknai bersama hari-hari yang makin mati?
Atau mungkin edelweiss tak lagi abadi?
Akh…… terlalu banyak kemungkinan dalam ketidakpastian. Dan ketidakpastian adalah kepastian itu sendiri. Andai saja kata mampu menjernihkan segala. Atau mungkin diam akan jauh lebih bermakna.
Bukankah tak ada sebuah dermaga pun yang sanggup memberikan segalanya sesempurna yang laut berikan pada kita: kebebasan. Bukankah matahari yang kita temui tiap-tiap pagi –seperti kata Heraclitus- selalu baru. Bukankah pelangi yang kita cumbui saat januari dan gerimis selalu mampu meneduhkan resah jiwamu dan jiwaku dalam jiwaku dan jiwamu.
Bukankah ribuan puisi yang kita tulis pada langit, lalu kita terbangkan bersama sayap-sayap angin telah mengilhami berjuta mahluk untuk meresapi dan menikmati kebebasan dan kebersamaan diluar batas alasan, seperti kita?
Dan bukan kah edelweiss akan selalu abadi? Di hatiku; di hatimu. Begitu kataku. Dalam hati.
I sat there waiting-waiting for nothing
Enjoying, beyond good and evil, now
The light, the shade; there was only
The day, the lake, the noon, time without end
-Nietzsche-
Januari. Dan gerimis. Dimana kau dimana aku. Aku rindu.
Sadarkah?
Harapan yang terlalu kecil kadang serupa dengan hukuman yang cukup kejam!…….
Januari dan gerimis. Dimana kau dimana aku. Entah sudah berapa januari dan gerimis yang aku maknai dalam kesendirian yang kian mencekam. Aku ingin bicara, tapi aku di ruang hampa. Aku ingin bercerita: tentang resah dan gelisah yang tak berawalan dan tak berakhiran, tentang sepi yang kita lukis serupa mentari, tentang tawa yang kita maknai dengan lengkung pelangi, tentang januari, tentang gerimis, tentang kita. Tapi lidah selalu saja tak dipercayai, sementara hati terlalu sia-sia tuk dimengerti.
Mungkin kau merasa terlalu letih terus berperahu bersamaku tanpa pernah singgah disebuah dermaga pun. Mungkin kau sudah bosan dengan laut, dengan sepi dan matahari, dengan tawa dan lengkung pelangi, dengan puisi yang diilhami mimpi-mimpi lalu ditulis oleh jemari sunyi.
Atau mungkin januari dan gerimis terlalu suci tuk kita maknai bersama hari-hari yang makin mati?
Atau mungkin edelweiss tak lagi abadi?
Akh…… terlalu banyak kemungkinan dalam ketidakpastian. Dan ketidakpastian adalah kepastian itu sendiri. Andai saja kata mampu menjernihkan segala. Atau mungkin diam akan jauh lebih bermakna.
Bukankah tak ada sebuah dermaga pun yang sanggup memberikan segalanya sesempurna yang laut berikan pada kita: kebebasan. Bukankah matahari yang kita temui tiap-tiap pagi –seperti kata Heraclitus- selalu baru. Bukankah pelangi yang kita cumbui saat januari dan gerimis selalu mampu meneduhkan resah jiwamu dan jiwaku dalam jiwaku dan jiwamu.
Bukankah ribuan puisi yang kita tulis pada langit, lalu kita terbangkan bersama sayap-sayap angin telah mengilhami berjuta mahluk untuk meresapi dan menikmati kebebasan dan kebersamaan diluar batas alasan, seperti kita?
Dan bukan kah edelweiss akan selalu abadi? Di hatiku; di hatimu. Begitu kataku. Dalam hati.
I sat there waiting-waiting for nothing
Enjoying, beyond good and evil, now
The light, the shade; there was only
The day, the lake, the noon, time without end
-Nietzsche-
Januari. Dan gerimis. Dimana kau dimana aku. Aku rindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar